Eksistensi manusia di tengah-tengah modernitas kehidupan
Pemateri : Rahman Ginanjar (Aktivis Muda Kota Bandung)
Kang
Gery (Mahasiswa ITB)
Eksistensi
manusia mempunyai gradasi secara kontinu. Dengan begitu, eksistensi manusia
merupakan suatu proses yang di dalamnya terdapat pergulatan, konflik, dan
ketegangan tanpa henti-hentinya untuk mencari bentuk demi mewujudkan dirinya
secara optimal. Eksistensi tak pernah ada dalam ruang kosong. Dalam prosesnya,
ia selalu berhadapan dan bahkan bertabrakan dengan eksistensi lain, sering kali
terjadi dalam ruang dan waktu bersamaan. Sehingga pentinglah kita memahami
eksistensi seperti apa yang seharusnya. Karena kalau kita mengartikan
eksistensi adalah ketenaran saja dengan sebuah karya, itu tidak akan bermakna
tanpa eksistensi terhadap yang maha kuasa.
Dalam
kehidupan yang berperadaban seperti ini, eksistensi harus dimaknai dengan
sebuah eksistensi sejati yang merupakan aktualisasi diri dengan karya-karya
bemanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Aktualisasi diri adalah sebuah
proses dimana kita dapat bereksistensi dalam kehidupan ini. Tapi kebanyakan
manusia tidak tahu akan eksistensi dirinya terutama dalam modernitas kehidupan
ini yang cenderung mengajak manusia mengutamakan segala kebebasannya, sehingga
bingung dan tidak tahu arah sejati perjalanannya. Manusia seringkali memaknai
eksistensi diidentikan dengan hasil usaha yaitu dengan dibuktikan menghasilkan
sesuatu seperti uang, ilmu, pangkat atau kedudukan, dan status. Padahal uang,
ilmu, kedudukan atau status, itu hanyalah sebuah alat saja untuk mencapai apa
yang di sebut bahagia, tapi terkadang manusia salah mencarinya. Manusia sering
memandang harta atau ilmu itu sebagai sumber kebahagiaan, padahal itu semua
merupakan alatnya saja untuk mencapai bahagia. Yang patut kita pertanyakan
dimanakah sumber bahagia. Kalau kita kaji secara faktual, bnyak orang yang di
beri harta yang banyak tapi hatinya tidak kunjung mendapatkan hati yang tenang,
tentram, karena mungkin dia salah menggunakan harta yang dia miliki.
Sehigga
dapat disimpulkan, bahwa apapun yang Allah anugrahkan kepada kita, semuanya itu
adalah alat / media untuk mencapai kebahagiaan dan kemenangan sejati. Kita
punya harta, ya kita harus manfaatkan di jalan Allah, kita punya ilmu ya
amalkanlah agar orang lain disekitar kita mendapatkan manfaat dari keilmuan
kita, demikian pun pangkat atau jabatan, semuanya tidak akan bermanfaat tanpa
keimanan.
Selain
itu, kita harus pandai memerangi diri sendiri, dalam artian bahwa perang disini
bukan perang fisikal, tapi perang melawan hawa nafsu dan pandai mengontrol
emosi jiwa sesuai koridor sang pencipta. Potensi yang Allah berikan bukan hanya
potensi akal atau yang logika saja, karena Allah yang Maha Mengetahui sudah tau
akal manusia sungguh terbatas tidak akan bisa membuat sebuah karya yang bisa
menyaingi sang penciptanya. Tapi pada hakikatnya manusia disuruh untuk berfikir
dan berkarya untuk menemukan dan memahami kekuasaan-Nya, sehingga manusia yang
semakin bertambah ilmunya, dia akan semakin luhur akhlaknya.
Manusia
diciptakan bukan untuk menjadi orang lemah, tapi harus kuat dan berani
menghadapi tantangan-tantangan global, sehingga ketika disini sangat penting
memahami makna kehidupan di tengah-tengah modernitas ini. Sekarang kita sedang
berpijak pada sebuah kehidupan yang diiringi dengan perpolitikan yang begitu
luas, kebudayaan yang semakin luas, serta pergaulan yang begitu bebas. Dikala
seseorang tidak mempunyai ideologi yang jelas dalam hidup ini niscaya dia akan
mudah untuk terintervensi, terismekan oleh paham-paham radikal, paham-paham
tirani dan sebagainya. Sebagai manusia, atau khususnya kalangan akademisi, janganlah
menelan bulat-bulat sebuah berita karena memungkinkan di era sekarang ini kita
semua lagi dimainkan oleh sebuah sistem, yaitu sistem yang kadangkala sebebas-bebasnya
dengan alasan hak asasi manusia dan sebagainya, sehingga sangatlah tidak pantas
dan terlalu naïf jika manusia berbuat sekehendak akalnya yang terbatas.
Untuk itu carilah eksistensi hidup
ini, carilah perjuangan sejati hidup ini. Kerja keras dalam kepasrahan
kepada-Nya akan menjadi hakikat kebenaran yang sejati. Dia tidak memperkenankan
kita menyerah pada eksistensi kita yang sekarang, itu adalah bagian dari proses
demi meraih eksistensi kita yang sebenarnya.
Tuhan
berfirman dalam surat Al-Mulk ayat 1-2,
"Mahasuci
Allah yang di tangan-Nya semua kerajaan berada dan Dia Maha Berkuasa atas
segala sesuatu. Dia menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapakah
yang lebih baik amalannya di antara kamu. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."
Ada
yang menarik pada ayat ini. Tuhan berfirman dengan kematian terlebih dahulu,
baru kemudian kehidupan. Padahal, secara logika kita lebih dulu hidup baru
kemudian mati. Ini menandakan bahwa gerakan kehidupan kita harus selalu
tadzkirah al-maut untuk mendapat makna kehidupan kita yang penuh cahaya
Ilahiah.
No comments:
Post a Comment